Thursday, June 7, 2007

11. Tzr Prjct > Dari Pam Tentang Agrofuel

Assalamu’alaikum, wr, wb.

Selama kita masih percaya sama mitos kalo semua kerusakan yang terjadi itu adalah harga yang harus dibayar demi menjadi manusia seutuhnya yang nguasain dunia (inget jargon: “dunia ada karena ia diciptakan hanya untuk manusia”-satu dari banyak versi interpretasi atas istilah khalifatullah), maka jelas mau itu agrofuel ataupun nuklir, mo itu ramah lingkungan ataupun bahaya buat lingkungan, semuanya tetep bakal jadi bencana.

Kemajuan peradaban diukur dari seberapa banyak materi yang kita milikin. Kebahagiaan diukur dari seberapa banyak kita mampu ngeraup kontrol atas segala hal. Kita sekarang punya mobil, motor, TV, DVD-player, kulkas, mesin cuci, komputer, notebook, baju-baju terkini, majalah-majalah luks dan glossy, jalan raya yang mulus, bisa terbang-terbang pake pesawat, kebutuhan makanan kita nggak tergantung sama kondisi alam, obat-obatan banyak banget sehingga kita bisa ngontrol kapan dan akibat apa kita bakal mati, jadi tua, atau jadi sehat atau lumpuh. Dan itu semua dalem mitos peradaban kita dianggep kemajuan. Semakin kita megang kontrol penuh atas dunia dan alam, kita menjadi manusia seutuhnya. Artinya juga, buat jadi manusia seutuhnya itu, maka penggusuran lahan, pemiskinan, pembantaian, perusakan, polusi dan limbah, itu harga yang emang musti dibayar kalo kita mau idup kayak yang saya paparin di atas barusan. Dengan kata laen, kita pengen jadi Tuhan. Bush adalah Tuhan, Ahmaddinejad adalah Tuhan, Castro dan Chavéz adalah Tuhan, MUI adalah Tuhan, Karl Marx adalah Tuhan, kapital adalah Tuhan, teknologi adalah Tuhan, dan kita juga pengen jadi Tuhan dalam tingkat yang berbeda.

Dan sialnya, kita semua masih percaya sama cerita kemajuan ini. Dan kita nggak nyadar kalo ini adalah mitos-sebagaimana orang-orang Yunani kuno nggak nyadar kalo kisah Odysseus dan Ikarus itu cuman mitos.

Sekalian buat Meqi dan Ucok Item Salatiga, kalo kata kalian bahwa Indonesia nggak akan dapet krisis energi di taon 1915 dengan maparin fakta soal ketersediaan energi di negara ini, masalahnya, bukankah negara itu bukan entitas yang berdiri sendiri? Krisis di negeri laen bukan nggak mungkin dampaknya bakal kita rasain di sini. Ketakutan negara-negara industri besar kayak AS dan negara-negara EU sama pasokan energi mereka, toh itu juga yang bikin sekarang di Indonesia jadi muncul proyek PLTN (lagi) sekaligus pengembangan CPO gede-gedean-terlepas mana dari dua produk itu yang ramah lingkungan. Teknologi itu nggak pernah netral semenjak ia diciptain memang buat kepentingan-kepentingan khusus yang cuman buat akumulasi kapital-seperti dipaparin Elisha, agrofuel itu ramah lingkungan, bener banget, tapi itu adalah hasil dari sebuah upaya buat mertahanin kapital dan ngejaga biar cerita kemajuan ini bisa terus berjalan. Dan draft diskusi kampanye anti-nuklirnya GETON yang maparin kalo di tanah Indo ini masih kesimpen banyak banget sumber daya energi yang belum keeksplorasi, busyet, buat saya eksplorasi di bawah sistem beginian itu cuman ngebuat bencana baru mau itu dikelola sama individu kelas borjuis atau korporasi, baik nasional atau trans/multinasional. Dan itu nggak ngebawa kita keluar dari mitos itu sendiri.

Jadi posisi saya? Memang bukan anti biodiesel seperti yang juga dipaparin Tjuan, tapi saya lagi berusaha buat keluar dari mitos kemajuan ini. Dan yang saya kerjain adalah neliti dan bereksperimen buat nemuin mana nih terali-terali nggak tampak yang udah menjarain manusia selama ini, buat bisa ngeruntuhin mitos itu. Karena ternyata apa yang ngebuat mitos ini berjalan bukanlah tentang bahwa manusia ini nggak tau soal problem-problem sosial yang hadir, tapi soal kenapa mereka bisa nggak bangkit juga padahal di depannya udah jelas ada seabrek problem. Dan apa yang bisa dilakuin buat ngedorong orang-orang yang juga udah mule bangkit, biar nggak berenti di tengah jalan, biar bisa sama-sama jalan terus. Atau ketidakpuasan apa yang bisa ngarah buat bisa makin deket ke penghancuran mitos ini, yang mana para pelakunya bisa diajak gawe bareng (dan kami nemu di sini konteks isu reforma agraria, salah satunya, atau penguasaan sumber dan alat produksi oleh mereka yang ngerjainnya, pada umumnya). Sampe sistem yang ngedukung mitos ini jadi bisa jalan terus jadi kolaps.

Sampe mitos itu sendiri kolaps dan kerajaan surga berdiri di atas bumi.


Wassalam,

Dyonisus

5 comments:

mister::G said...

Deeeeeeeeemnn....

Rahadian P. Paramita said...

Manusia bisa sempurna oleh teknologi? Ah, gagasan apa lagi itu?

tizar said...

siapa yg ngomongin sempurna secara hakiki? ini kan ngomongin persepsi kesempurnaan'... 'yang katanya' tolak ukur kesempurnaan, tolak ukur kemajuan, tolak ukur peradaban ini di ukur oleh seberapa canggih nya teknologi yg kita miliki, ato seberapa banyak nya benda materi yang kita kuasain.. gitchuw's....

Rahadian P. Paramita said...

Disitulah titik paradoks-nya. Manusia yg sempurna itu yang gak butuh apa-apa lagi. Cukup dengan tubuhnya.

Semakin banyak teknologi, menunjukkan semakin lemahnya manusia. Lha wong ngbrol aja kok butuh HP 7 juta-an? Modal seribu perak ke warung tegal aja bisa kok...

tizar said...

yup... mungkin letak permasalahan nya adalah salah satu sifat manusia yang menginginkan satu sisi 'butuh cepet' satu sisi lagi pengen lama... haaaaa.. hahahahahaha